BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga
suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur
lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.
Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan
lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan
antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik (habitat). Interaksi dalam
ekosistem didasari adanya hubungan saling membutuhkan antara sesama makhluk
hidup dan adanya eksploitasi lingkungan abiotik untuk kebutuhan dasar hidup
bagi makhluk hidup.
Dalam mempelajari suatu ekosistem, pertama-tama perlu diketahui sumber
energi ekosistem tersebut. Dengan adanya energi dan arus energi dapat menjamin
kelangsungan hidup organisme yang berada dalam suatu ekosistem tersebut. Karena
semua organisme memerlukan energi untuk pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi,
dan pada beberapa spesies, untuk lokomosi atau pergerakan. Pengaturan energi
suatu ekosistem bergantung pada produktivitas primer. Sehingga sangat penting
untuk mempelajari produktivitas suatu ekosistem dalam kaitannya mempelajari
kelangsungan hidup suatu organisme.
Jumlah total energi yang
terbentuk melalui proses fotosintesis perunit area perunit waktu di sebut
produktivitas primer kotor, namun demikian tidak semua energy yang dihasilkan
melalui fotosintesis ini diubah menjadi biomassa, tetapi sebagian dibebaskan
lagi melalui proses respirasi. Produktivitas primer bersih dengan demikian adalah
hasil fotosintesis dikurangi dengan respirasi (Barbour et al., 1987).
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian produktivitas ekosistem?
2.
Apa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
ekosistem ?
3.
Bagaimana metode pengukuran produktivitas ekosistem ?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian produktivitas ekosistem
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas ekosistem
- Untuk
mengetahui metode pengukuran produktivitas ekosistem
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Produktivitas Ekosistem
Produktivitas
merupakan parameter ekologi yang sangat penting. Produktivitas ekosistem adalah
suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak proses dan
interaksi yang berlangsung simultan di dalam ekosistem. Jika produktivitas pada
suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal ini
menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika terjadi perubahan yang dramatis,
maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi
perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme-organisme yang menyusun
ekosistem (Jordan, 1985).
Produktivitas adalah laju produksi makhluk hidup
dalam ekosistem. Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan
penyimpanan energi dalam ekosistem. Pemasukan energi dalam ekosistem yang dimaksud
adalah pemindahan energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Sedangkan
penyimpanan energi yang dimaksudkan adalah penggunaan energi oleh konsumen dan
mikroorganisme.
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi
yang dilakukan oleh produsen. Menurut Campbell (2002), produktivitas
primer menunjukkan jumlah energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia oleh
autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu. Total
produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross
primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan
sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang
sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut
sebagai bahan bakar organic dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas
primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas
primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi
(Rs):
NPP
= GPP – Rs
Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer
menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian
besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90%
dari produktivitas primer kotor. Menurut Campbell et al (2002), Rasio
NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur
nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar
yang besar dan secara metabolik aktif.
Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi
persatuan luas persatuan waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa
(berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem persatuan luasan
per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas primer
suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof
fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa
tanaman tegakan (standing crop biomass). Produktivitas primer
menunjukkan laju di mana
organisme-organisme mensintesis biomassa baru.
Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan yang sangat besar,
produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari produktivitas primer
beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi (Campbell et al.,
2002).
Tabel 1.
Produktivitas Primer Biosfer
No
|
Tipe Ekosistem
|
Bahan Kering (g/m2/tahun)
|
1
|
Hutan Hujan Tropis
|
1000 – 3500
|
2
|
Hutan Musim Tropis
|
1000 – 2500
|
3
|
Hutan Iklim
Sedang:- Selalu Hijau
-
Luruh
|
600 – 2500
600 – 2500
|
4
|
Hutan Boreal
|
400 – 2000
|
5
|
Savana
|
200 – 2000
|
6
|
Padang Rumput Iklim Sedang
|
200 – 1500
|
7
|
Tundra dan Alvin
|
10 – 400
|
8
|
Gurun dan Semak Gurun
|
10 – 250
|
Sumber : Whittaker
& Likens (1975) dalam Wiharto (2007)
2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
ekosistem
Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan
produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya
faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam
pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim
dalam lingkungan. Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain:
a. Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka
produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan
hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan
produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan
hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan
berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung
berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol
reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat
meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung,
misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang
akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
b. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem.
Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer karena hanya
dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat melakukan fotosintesis.
Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama
penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis
yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
Pada ekosistem terestrial seperti hutan hujan tropis
memiliki produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan
tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi
fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007). Sedangkan pada
eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada
ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan
mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang
rendah.
c. Air, curah hujan, dan kelembaban
Produktivitas pada ekosistem terestrial berkorelasi
dengan ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis,
sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas
fotosintetik. Secara kimiawi air berperan sebagai pelarut universal,
keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh
tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air
dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, perairan, dan air di atmosfer dalam
bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air
hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung
sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan
terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
Menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007),
tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas
mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini
adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur
hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan
menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi
bersama air hujan.
Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan
akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami
pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama
hilangnya zat hara dalam ekosistem.
d. Nutrien
Tumbuhan membutuhkan beragam nutrient anorganik,
beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit,
akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terestrial, nutrient
organik merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas.
Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau
nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient
spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada
banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas
utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang
membatasi produktivitas.
e. Tanah
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada
tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara
kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar
(respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2)
dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat
(H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi
bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+).
Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid
tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid,
dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto,
2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah
sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan
membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat
dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka aluminiumlah yang lebih dominan
berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber
pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan
maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan
senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas
penguraian serasah (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007 ).
f. Herbivora
Herbivora adalah faktor biotik yang mempengaruhi
produktivitas vegetasi. Sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi
oleh herbivor biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat (Barbour
at al., 1987). Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa
akibat yang ditimbulkan oleh herbivora pada produktivitas primer sangat sedikit
sekali diketahui. Bahkan hubungan antara herbivora dan produktivitas primer
bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi
produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang
kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum.
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan,
bahwa walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali
terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan
tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap
herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh
herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
2.3.
Pengukuran Produktivitas Ekosistem
Cara yang ideal untuk mengukur produktivitas adalah
dengan jalan mengukur arus energi yang melalui sistem, tetapi dalam
kenyataannya cara ini sulit untuk dilaksanakan. Pengukuran produktivitas yang
sering dilakukan berdasarkan kuantitas tidak langsung antara lain dengan
mengukur :
1.
Jumlah senyawa yang dihasilkan
2.
Bahan mentah yang diperlukan
3.
Hasil samping
Beberapa metode pengukuran produktivitas antara lain :
1.
Metode panen
Dilakukan dengan menimbang hasil panen. Metode ini
kurang teliti jika sebagian hasil dimakan oleh herbivora. Metode ini digunakan
pada tanaman budidaya. Metode ini digunakan untuk mengukur produksi komunitas
bersih.
2.
Pengukuran oksigen
Oksigen yang dikeluarkan atau diproduksi dapat dipakai
sebagai dasar pengukuran produktivatas suatu komunitas. Metode ini biasanya
dipakai untuk mengukur produktivitas perairan.
3.
Metode karbondioksida
Digunakan untuk tanaman atau organisme darat. Pada
siang hari terdapat fotosintesis dan respirasi, sedangkan pada malam hari hanya
terjadi respirasi. Produktivutas primer adalah jumlah karbondioksida pada siang
hari ditambah karbondioksida pada malam hari.
4.
Metode pH
Metode ini digunakan pada ekosistem periaran. Pada ekosistem perairan, pH
air merupakan fungsi dari kadar karbodioksida terlarut. Metode ini baik
dilakukan di laboratorium karena mudah dikontrol.
5.
Pengukuran berkurangnya bahan mentah
Berkurangnya kandungan bahan – bahan mentah yang tersedia menggambarkan
tingkat produktivitas. Metode ini baik dilakukan pada ekosistem peraiaran.
Metode ini mengukur produksi bersih komunitas.
6.
Metode radioaktivitas
Dengan adanya unsur – unsur radioaktif dapat digunakan dalam pengukuran
produktivitas, yaitu dengan menggunakan C, O, atau P radioaktif. Metode ini
digunakan untuk mengukur produktivitas bersih,
7.
Metode klorofil
Metode ini berdasar pada kandungan klorofil per area dalam suatu
komunitas. Metode ini digunakan untuk mengukur produktivitas kotor.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Produktivitas ekosistem adalah suatu indeks yang
mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak proses dan interaksi yang
berlangsung simultan di dalam ekosistem
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas ekosistem
antara lain, suhu, cahaya, Air, curah hujan, dan kelembaban, nutrient, tanah, herbivora.
3.
Metode pengukuran produktivitas ekosistem antara
lain, metode panen, metode pengukuran oksigen, metode karbondioksida, metode
pH, metode pengukuran berkurangnya bahan mentah, metode radioaktivitas, metode
klorofil.
DAFTAR PUSTAKA
Barbour, M. G., J.H. Burk., and
W.P. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. The Benjamin/Cumming
Publishing Company Ins, California.
Campbell,
N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan), Edisi
kelima Jilid 3. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Dedi, S. 2009. Pertumbuhan, Produktivitas dan Biomassa,
Fungsi dan Peranan. Dari http://web.ipb.ac.id/Dedi_s
download tanggal 30 Juni 2009.
Jordan, C. F. 1995. Nutrient
Cycling in Tropical Ecosystem. John Wiley and Sons, New York.
Mcnaughton,
S.J., L. L. Wolf. 1998. Ekologi Umum (terjemahan), Edisi kedua. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Wiharto,
M. 2007. Produktivitas Vegetasi Hutan Hujan Tropis. (pdf_file).