Pages

Minggu, 30 Desember 2012

Produktivitas Ekosistem


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik (habitat). Interaksi dalam ekosistem didasari adanya hubungan saling membutuhkan antara sesama makhluk hidup dan adanya eksploitasi lingkungan abiotik untuk kebutuhan dasar hidup bagi makhluk hidup.
Dalam mempelajari suatu ekosistem, pertama-tama perlu diketahui sumber energi ekosistem tersebut. Dengan adanya energi dan arus energi dapat menjamin kelangsungan hidup organisme yang berada dalam suatu ekosistem tersebut. Karena semua organisme memerlukan energi untuk pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi, dan pada beberapa spesies, untuk lokomosi atau pergerakan. Pengaturan energi suatu ekosistem bergantung pada produktivitas primer. Sehingga sangat penting untuk mempelajari produktivitas suatu ekosistem dalam kaitannya mempelajari kelangsungan hidup suatu organisme.
Jumlah total energi yang terbentuk melalui proses fotosintesis perunit area perunit waktu di sebut produktivitas primer kotor, namun demikian tidak semua energy yang dihasilkan melalui fotosintesis ini diubah menjadi biomassa, tetapi sebagian dibebaskan lagi melalui proses respirasi. Produktivitas primer bersih dengan demikian adalah hasil fotosintesis dikurangi dengan respirasi (Barbour et al., 1987).
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian produktivitas ekosistem?
2.      Apa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas ekosistem ?
3.      Bagaimana metode pengukuran produktivitas ekosistem ?
1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui  pengertian produktivitas ekosistem
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas ekosistem
  1. Untuk mengetahui metode pengukuran produktivitas ekosistem

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Produktivitas Ekosistem
Produktivitas merupakan parameter ekologi yang sangat penting. Produktivitas ekosistem adalah suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak proses dan interaksi yang berlangsung simultan di dalam ekosistem. Jika produktivitas pada suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal ini menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika terjadi perubahan yang dramatis, maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme-organisme yang menyusun ekosistem (Jordan, 1985).
Produktivitas adalah laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem. Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam ekosistem. Pemasukan energi dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energi yang dimaksudkan adalah penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme.
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen.  Menurut Campbell (2002), produktivitas primer menunjukkan jumlah energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organic dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs 
Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer kotor. Menurut Campbell et al (2002), Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara metabolik aktif.
Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi persatuan luas persatuan waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass). Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-organisme mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi (Campbell et al., 2002).

Tabel 1.  Produktivitas Primer Biosfer
No
Tipe Ekosistem
Bahan Kering (g/m2/tahun)
1
Hutan Hujan Tropis
1000 – 3500
2
Hutan Musim Tropis
1000 – 2500
3
Hutan  Iklim Sedang:-          Selalu Hijau
-          Luruh

600 – 2500
600 – 2500
4
Hutan Boreal
400 – 2000
5
Savana
200 – 2000
6
Padang Rumput Iklim Sedang
200 – 1500
7
Tundra dan Alvin
10 – 400
8
Gurun dan Semak Gurun
10 – 250
Sumber : Whittaker & Likens (1975) dalam Wiharto (2007)
2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas ekosistem
Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a.      Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
b.      Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat melakukan fotosintesis. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
Pada ekosistem terestrial seperti hutan hujan tropis memiliki produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007). Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
c.       Air, curah hujan, dan kelembaban
Produktivitas pada ekosistem terestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik.  Secara kimiawi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
Menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan.
Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan  akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.
d.      Nutrien
Tumbuhan membutuhkan beragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terestrial, nutrient organik merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
e.       Tanah 
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka aluminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007 ). 
f.       Herbivora
Herbivora adalah faktor biotik yang mempengaruhi produktivitas vegetasi. Sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivor biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat (Barbour at al., 1987). Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivora pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubungan antara herbivora dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum. 
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora. 

2.3. Pengukuran Produktivitas Ekosistem
Cara yang ideal untuk mengukur produktivitas adalah dengan jalan mengukur arus energi yang melalui sistem, tetapi dalam kenyataannya cara ini sulit untuk dilaksanakan. Pengukuran produktivitas yang sering dilakukan berdasarkan kuantitas tidak langsung antara lain dengan mengukur :
1.      Jumlah senyawa yang dihasilkan
2.      Bahan mentah yang diperlukan
3.      Hasil samping
Beberapa metode pengukuran produktivitas antara lain :
1.    Metode panen
Dilakukan dengan menimbang hasil panen. Metode ini kurang teliti jika sebagian hasil dimakan oleh herbivora. Metode ini digunakan pada tanaman budidaya. Metode ini digunakan untuk mengukur produksi komunitas bersih.
2.    Pengukuran oksigen
Oksigen yang dikeluarkan atau diproduksi dapat dipakai sebagai dasar pengukuran produktivatas suatu komunitas. Metode ini biasanya dipakai untuk mengukur produktivitas perairan.
3.    Metode karbondioksida
Digunakan untuk tanaman atau organisme darat. Pada siang hari terdapat fotosintesis dan respirasi, sedangkan pada malam hari hanya terjadi respirasi. Produktivutas primer adalah jumlah karbondioksida pada siang hari ditambah karbondioksida pada malam hari.
4.    Metode pH
Metode ini digunakan pada ekosistem periaran. Pada ekosistem perairan, pH air merupakan fungsi dari kadar karbodioksida terlarut. Metode ini baik dilakukan di laboratorium karena mudah dikontrol.
5.    Pengukuran berkurangnya bahan mentah
Berkurangnya kandungan bahan – bahan mentah yang tersedia menggambarkan tingkat produktivitas. Metode ini baik dilakukan pada ekosistem peraiaran. Metode ini mengukur produksi bersih komunitas.
6.    Metode radioaktivitas
Dengan adanya unsur – unsur radioaktif dapat digunakan dalam pengukuran produktivitas, yaitu dengan menggunakan C, O, atau P radioaktif. Metode ini digunakan untuk mengukur produktivitas bersih,
7.    Metode klorofil
Metode ini berdasar pada kandungan klorofil per area dalam suatu komunitas. Metode ini digunakan untuk mengukur produktivitas kotor.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Produktivitas ekosistem adalah suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak proses dan interaksi yang berlangsung simultan di dalam ekosistem
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas ekosistem antara lain, suhu, cahaya, Air, curah hujan, dan kelembaban, nutrient, tanah, herbivora.
3.     Metode pengukuran produktivitas ekosistem antara lain, metode panen, metode pengukuran oksigen, metode karbondioksida, metode pH, metode pengukuran berkurangnya bahan mentah, metode radioaktivitas, metode klorofil.


DAFTAR PUSTAKA

Barbour, M. G., J.H. Burk., and W.P. Pitts. 1987. Terrestrial Plant Ecology. The Benjamin/Cumming Publishing Company Ins, California.
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan), Edisi kelima Jilid 3. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Dedi, S. 2009. Pertumbuhan, Produktivitas dan Biomassa, Fungsi dan Peranan. Dari http://web.ipb.ac.id/Dedi_s  download tanggal 30 Juni 2009.
Jordan, C. F. 1995. Nutrient Cycling in Tropical Ecosystem. John Wiley and Sons, New York.
Mcnaughton, S.J., L. L. Wolf. 1998. Ekologi Umum (terjemahan), Edisi kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wiharto, M. 2007. Produktivitas Vegetasi Hutan Hujan Tropis. (pdf_file).

Manfaat dan Peluang Usaha Pegagan


Manfaat pegagan
Pegagan telah dikenal sebagai obat untuk revitalisasi tubuh dan pembuluh darah serta mampu memperkuat jaringan tubuh. Tak kalah penting, pegagan bisa dikonsumsi sebagai brain tonic atau obat anti lupa bagi orang dewasa atau manula (manusia usia lanjut). Pegagan bisa diberikan pada penderita insomnia, penderita stress, keterbelakangan mental dan hiperaktif.
Pegagan juga bersifat menyejukkan atau mendinginkan, menambah tenaga, menimbulkan selera makan, memperindah suara dan mengurangi dahaga. Disamping itu, pegagan mempermudah timbulnya rasa kantuk bagi penderita yang sulit tidur, menenangkan saraf, memperbanyak sel-sel darah merah, serta menyembuhkan gangguan ringan di hati dan limpa yang membengkak.
Efek pengobatan lain dari pegagan adalah sebagai anti infeksi, anti racun, penurun panas, peluruh air seni, anti lepra, anti sipilis. Efek farmakologis yang berasal dari anti lepra dan anti sipilis berasal dari kandungan triterpenoid, yaitu asiaticocide dan vellarine. Sementara itu, daun pegagan bisa digunakan sebagai tonikum untuk menambah energy dan meningkatkan stamina. Memakan atau mengonsumsi pegagan dalam jumalah sedikit dapat membantu pekerjaan usus dan perut yang terganggu. Tanaman ini juag bisa digunakan perawatan kulit kering dan bersisik (Winarto dan Surbakti, 2005).
  
Peluang Usaha pegagan
Tanaman obat memiliki banyak peluang dari tanaman lainnya, karena :
1.      Kesadaran akan mahalnya nilai kesehatan dan bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati
2.      Orang mulai “back to nature” karena sadar dengan khasiat alami tanaman yang menyehatkan dan tanpa efek samping
3.      Belum banyak yang mengkhususkan pada usaha ini sehingga pesaing masih relatif sedikit (Tim Gemini Writer, 2008).
Peluang usaha yang bisa digunakan untuk tanaman obat pegagan ini diantaranya, menjual bibit pegagan, menjual hasil dari pegagan dalam bentuk segar atau kering, menjual olahan tanaman obat yang siap dikonsusmi (makanan, minuman, kapsul, kosmetik). Produk olahan pegagan yang sudah dikembangkan diantaranya teh pegagan, sup pegagan, permen jelly pegagan, keripik pegagan, lulur pegagan, body lotion pegagan, kapsul pegagan, madu pegagan, dll.

Daftar Pustaka
Tim Gemini writer. 2008.101++ ide jitu Peluang Usaha. Mebook (Grup Puspa Swara) : Jakarta.
Winarto, W.P. dan Surbakti, Maria. 2005. Khasiat dan Manfaat Pegagan : Tanaman Penambah Daya Ingat. Agromedia Pustaka.