Pages

Kamis, 01 Agustus 2013

Kehidupan Multiseluler


Kehidupan Multiseluler pada Tumbuhan, pada Hewan dan di Lautan

Makhluk hidup di dunia ini sangat beragam. Berdasarkan susuna selnya makhluk hidup terbagi menjadi organisme uniseluler misalnya bakteri, archaea, protozoa, dan organisme multiseluler contohnya tumbuhan, hewan. Organisme multiseluler, tubuhnya dibangun oleh banyak sel yang diperoleh dari pembelahan mitosis berulang-ulang sebuah sel tunggal (monoseluler) yang disebut zigot. Organisme multiseluler memerlukan mekanisme untuk komunikasi antar sel  agar dapat memberi respon dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan eksterna  dan interna yang selalu berubah (Heryanto, 2010). Kehidupan dimulai sangat dini dalam sejarah bumi, dan organisme pertama merupakan nenek moyang dari keanekaragaman biologis yang kita lihat saat ini. Organisme makroskopis dan multiseluler terutama tumbuhan dan hewan serta manusia berasal dari organisme mikroskopis dan uniseluler (bersel tunggal). (Tady 2010).
Secara sederhana, lebih banyak variasi yang mungkin dibentuk pada struktur kompleks dibandingkan pada struktur yang lebih sederhana. Dengan demikian, asal mula eukariota akan memicu suatu ledakan keanekaragaman biologis dan eukariota uniseluler jauh lebih beranekaragam dalam hal struktur jika dibandingkan dengan protista yang lebih sederhana. Evolusi tubuh multiseluler memberikan terobosan pada nilai ambang lainnya dalam organisasi struktur dan menjadi persediaan untuk perubahan baru radiasi adaptif. Evolusi multiselularitas jugalah yang menghasilkan tumbuhan, fungi, dan hewan. Pandangan ini muncul karena hubungan antara organisme multiselular dan nenek moyang uniselulernya adalah adanya ciri hidup berkoloni atau agregat longgar sel-sel yang saling berkumpul (Mutiara, 2009).
Evolusi organisme berlanjut dari sebuah sel sederhana tanpa inti sel yang jelas (prokaryota) menjadi organisme sel berinti jelas (eukaryota). Menurut para ahli paleontologi (ahli fosil), berdasarkan catatan fosil, eukaryota pertama berukuran lebih besar dan lebih kompleks daripada prokaryota. Perkembangan organisme di era Palezoic (544 – 250 juta tahun yang lalu) menjadi lebih jelas. Di lapisan bumi pada era ini banyak banyak ditemukan fosil organisme multiseluler, sekitar 250 ribu jenis fosil telah diidentifikasi, dideskripsi, dan diberi nama. Era Paleozoic ini terdiri dari beberapa periode masa, dimana setiap periode masa memunculkan kelompok-kelompok organisme tertentu yang khas atau bahkan beberapa kelompok organisme lainnya menghilang/punah (Satya, 2011).

1.    Kehidupan multiseluler pada Tumbuhan
Semua tumbuhan merupakan eukariot multiseluler yang merupakan autotrof fotosintetik. Siklus hidup seluruh tumbuhan menampilkan satu pergiliran generasi. Satu diantara generasi itu adalah gametofit, yaitu suatu individu multiseluler dengan sel – sel diploid. Gametofit menghasilkan gamet haploid yang menyatu membentuk zigot. Zigot berkembang menjadi sporofit diploid. Pembelahan meiosis pada sporofit, selanjutnya menghasilkan spora haploid, yang membelah secara mitosis menghasilkan generasi gametofit berikutnya. Pergiliran generasi ini akan terus berlangsung, versi tumbuhan haploid dan diploid bergiliran saling menghasilkan satu sama lain (Campbell, 2003).
Proses pembentukan tanaman diketahui terdiri dari 4 fase. Cikal bakal tanaman berasal dari Green Algae yang muncul 475 juta tahun yang lalu dan hidup di lautan selama beberapa juta tahun. Fase setelah munculnya Green Algae adalah penemuan tanaman lumut yang memiliki selubung steril di sekeliling gamet. Selubung ini membentuk gametangium seperti yang terlihat pada tanaman jenis Briophyta. Bentuk tanaman ini masih tidak jauh beda dengan tanaman pertama yang muncul di muka bumi.
75 juta tahun sesudahnya atau 400 juta tahun yang lalu adalah fase evolusi tanaman yang memunculkan tanaman dengan saluran tempat lewatnya air dan mineral di dalam tubuh tanaman tersebut. Pada jaman ini tanaman diketahui terseret hingga ke daratan sehingga harus mengadaptasi diri untuk memperoleh air dan mineral supaya dapat bertahan hidup. Jenis tanaman pada tahap evolusi ini adalah paku-pakuan.
Hingga pada 40 juta tahun selanjutnya, tanaman kembali berevolusi membentuk tanaman berbiji yang berisi nutrisi dan menjamin perlindungan embrio tanaman baru yang akan tumbuh. Tahap evolusi terakhir adalah munculnya tanaman berbunga yang diperkirakan muncul 130 juta tahun yang lalu. Struktur tanaman yang kompleks ini memiliki sel kelamin jantan dan betina yang dapat menciptakan pembuahan yang berawal dari bertemunya serbuk sari dan putik bunga hingga akhirnya terciptalah individu tanaman yang baru.
Fase-fase terbentuknya tanaman ini menggambarkan klasifikasi tanaman di masa modern ini dimana tanaman dikelompokkan menurut jenisnya, yaitu Briophyta, atau tanaman lumut, tanaman paku-pakuan atau Pteridophyta, Gymnospermae atau tanaman berbiji tunggal dan Angiospermae atau tanaman berbiji ganda (Haety, 2009).

2.    Kehidupan multiseluler pada  Hewan
Menurut teori evolusi, hewan-hewan yang ada pada saat ini berasal dari satu nenek moyang yang sama. Dan sebagian besar ahli sistematika yang ada pada saat ini setuju bahwa kingdom hewan merupakan monofiletik, yaitu jika kita dapat melacak semua keturunan hewan kembali ke asal mulanya, hewan akan menyatu pada nenek moyang bersama. Nenek moyang itu kemungkinan adalah suatu protista berflagella pembentuk koloni yang hidup lebih dari 700 juta tahun silam dalam masa Prakambium. Protista itu kemungkinan berkerabat dengan koanoflagellata, suatu kelompok yang muncul sekitar semiliar tahun lalu.
Pada pohon filogenetik hewan, protista nenek moyang berevolusi membentuk evolusi multiselularitas. Multiselularitas berevolusi beberapa kali pada eukariota awal. Multiselularitas ini terbagi menjadi dua cabang utama yang dibedakan dari jaringan penyusunnya yaitu tidak ada jaringan sejati (Parazoa) dan jaringan sejati (Eumetazoa). Contoh dari Parazoa ada pada filum Porifera. Sedangkan Eumetazoa adalah ciri mendasar hampir semua filum lainnya. Kemudian Eumetazoa ini dibagi kembali menurut simetri tubuh, yaitu simetri radial diploblastik, contohnya pada anggota filum Cnidaria (ubur-ubur,anemon) dan filum Ctenophora (ubur-ubur sisir). Hewan simetri radial diploblastik ini memiliki bagian atas (oral) dan bawah (aboral), tetapi tidak ada ujung kepala dan ujung belakang dan kanan dan kiri, yang secara keseluruhan disebut Radiata.
Cabang utama lain evolusi eumetazoa mengarah ke hewan dengan simetri bilateral (dua sisi) suatu hewan bilateral tidak memiliki sisi dorsal (atas) dan sisi ventral (bawah) tetapi juga ujung anterior (kepala) dan ujung posterior (ekor). Hewan dari cabang evolusi itu secara keseluruhan disebut bilateria. Simetri suatu hewan pada umumnya sesuai dengan gaya hidupnya, banyak diantara hewan radial adalah sesil atau plankton. Hampir semua hewan yang bergerak secara aktif dari satu tempat ke tempat lain adalah bilateral. Perbedaan dalam bangun tubuh membantu menentukan pemisahan radiata bilateria pada semua hewan kecuali Porifera, embrio menjadi berlapis-lapis melalui proses gastrulasi. Dengan berjalannya perkembangan itu, lapisan konsentris yang disebut lapisan nutfah (germlayer), membentuk berbagai jaringan dan organ semua Eumetazoa kecuali Cnidaria dan Ctenofora (Radiata) memiliki lapisan nutfah ketiga yaitu mesoderm, diantara ektoderm dan endoderm, sehingga disebut hewan triploblastik. Sedangkan Cnidaria dan Ctenofora merupakan hewan diploblastik. Bilateria dibagi atas dua cabang utama berdasarkan ada dan tidaknya rongga tubuh yaitu Aselomata (tidak ada rongga tubuh), kelompok ini ada pada filum Platyhelmithes. Dan cabang selanjutnya adalah hewan yang memiliki rongga tubuh (body cavity). Evolusi dari rongga tubuh ini menghasilkan hewan yang lebih kompleks diantara hewan dengan rongga, terdapat perbedaan bagaimana cara rongga berkembang sehingga tubuh dibagi menjadi dua cabang utama yaitu Pseudoselomata (rongga tubuh terbungkus mesoderm) dan Selomata (rongga tubuh terbungkus oleh mesoderm). Contohnya dari hewan dengan bangun tubuh Pseudoselomata adalah rotifer (filum Rotifera) dan cacing gilig (filum Nematoda). Hewan yang memiliki bangun tubuh Selomata adalah hewan dengan selom (coelom) sejati, dimana rongga tubuhnya penuh dengan cairan yang sepenuhnya dilapisi dengan jaringan yang diturunkan dari mesoderm.
Filum Selomata dibagi menjadi dua garis evolusi yang berbeda. Moluska, Annelida, Arthopoda dan filum lain disebut protostoma. Sedangkan Echinodermata, Chordata dan filum lain disebut deuterostoma. Perbedaan antara keduanya sangat terlihat dalam perkembangannya yaitu yang pertama adalah pembelahan (cleavage),  protostoma mengalami pembelahan spiral determinal, deuretostoma memiliki pembelahan radial indeterminat. Dan yang kedua perbedaan lainnya adalah pada pembentukan selom. Pembentukan selom yang dimulai pada tahapan gastrula. Pada perkembangan skizoselus protostoma, selom terbentuk dari kantong mesodermal yang terbentuk kearah luar pada arkenteron. Suatu perbedaan mendasar ketiga antara protostoma dan deuterostoma adalah dalam nasib blastoplori. Dan blastopori membentuk mulut pada deuterostoma.
Dan yang membedakan Annelida dengan Moluska dan Arthopoda adalah Annelida memiliki segmen. Annelida dibagi lagi menjadi
 lima kelas yaitu Chaetopoda, Archiannelida, Hirudinea, Ghephyrea, dan Myzostomaria. Chaetopoda memiliki karakteristik utama yaitu ruas – ruas tubuh yang kelihatan nyata, dengan sekat antar segmen (setae), parapodia, dan rongga tubuh. Archiannelida yaitu cacing kecil tanpa parapodia.  Hirudinea, atau lebih dikenal lintah, tubuhnya pipih dan rata dengan selom dan segmentasi yang tereduksi, tidak memiliki setae dan penyedot terdapat pada ujung anterior dan posterior serta merupakan parasit, predator dan pemakan bangkai.Ghephyrea cacing annelida tanpa ruas dan parapodia, memiliki rongga tibuh yang besar. Myzostomaria yaitu cacing parasit pada echinodermata.
Kelas Chaetopoda yang terbagi menjadi dua ordo yaitu olygochaeta dan Polychaeata dengan karakteristik utama yaitu Oligochaeta yang lebih dikenal adalah cacing tanah. Kepalanya tereduksi, tidak ada parapodia, namun memiliki setae. Ordo Polychaeta, kepalanya dapat berkembang biak, dan setiap segmen biasanya memiliki parapodia dan setae, dan ada yang tinggal dalam tabung dan hidup bebas (Mutiara, 2009).
3.    Kehidupan multiseluler di Lautan
Kehidupan mungkin bermula dari dasar laut. Salah satu buktinya dapat dipelajari dari fosil mikroba berumur 1,43 miliar tahun. Fosil mikroba itu disebut penghisap asap hitam karena ditemukan para peneliti pada sebuah tambang di China. Organisme renik tersebut memiliki karakter tubuh yang identik dengan archaea dan bakteri yang saat ini masih hidup di dasar laut. Hanya saja hewan purba tersebut telah muncul semiliar tahun lebih tua (Bagoes, 2009).
Proses penginderaan oksigen memungkinkan hewan bertahan hidup dengan lebih baik pada tingkat oksigen yang rendah, atau 'hipoksia'. Para peneliti yang didanai oleh Bioteknologi dan Biological Sciences Research Council (BBSRC) di Universitas Oxford telah menemukan suatu petunjuk yang dapat membantu menjelaskan mengapa bukti awal kehidupan hewan multisel yang kompleks muncul sekitar 550 juta tahun yang lalu, ketika tingkat oksigen atmosfer di planet ini meningkat tajam dari 3% ke tingkat modern mereka sebesar 21%. Organisme yang menjadi multiseluler berarti oksigen harus mencapai hingga ke dalam sel, bukan pada permukaan organisme. Hal inilah yang mendorong leluhur Trichoplax adhaerens mengembangkan suatu sistem untuk merasakan kurangnya oksigen dalam selnya dan kemudian melakukan sesuatu akan hal itu. Trichoplax adhaerens adalah organisme kecil laut yang memiliki sedikit organ dan hanya memiliki lima jenis sel, memberikan penampilan sebagai amuba. Dengan menganalisis bagaimana Trichoplax bereaksi terhadap kekurangan oksigen, peneliti Oxford, Dr. Christoph Loenarz, menemukan bahwa organisme ini menggunakan mekanisme yang sama seperti manusia – pada faktanya, ketika enzim utama Trichoplax dimasukkan ke dalam sebuah sel manusia, ia bekerja sama seperti halnya dengan yang biasa dilakukan enzim manusia. Mereka juga melihat genom beberapa spesies lain dan menemukan bahwa mekanisme ini hadir pula pada hewan multi-selular, namun tidak dalam organisme bersel tunggal yang menjadi prekursor hewan, menunjukkan bahwa mekanisme ini berevolusi pada saat yang sama sebagai hewan multiseluler awal (Gun, 2010).

Daftar Pustaka

Bagoes, 2009. Bukti Awal Kehidupan dari dasar Laut. http://denbagoes2008.wordpress.com /2009/03/08/bukti-awal-kehidupan-dari-dasar-laut/. Diakses tanggal 1 Mei 2011.
Campbell,dkk.2003.Biologi Jilid II. Penerbit Erlangga Jakarta.
Gun, HS. 2010. 550 juta tahun yang lalu Kenaikan oksigen mendorong Evolusi Kehidupan Hewan.faktailmiah.com/2010/12/18/550-juta-tahun-yang-lalu-kenaikan-oksigen-mendorong-evolusi-kehidupan-hewan.html. diakses tanggal 1 Juni 2011.
Haety, 2009. Sejarah Tanaman. http://mm27haeti.blogspot.com/2009/01/sejarah-tanaman.html. Diakses tanggal 31 Mei 2011.
Heryanto, Deny. 2010. Mekanisme Kerja Hormon. http://www.kuningan.co.cc/. Diakses tanggal 1 Juni 2011.
Mutiara, 2009. Evolusi. http://za0l.multiply.com/journal/item/113/EVOLUSI. Diakses tanggal 31 Mei 2011.
Satya, Faizal.2011. Kepunahan dan Evolusi. http://trainnerone.blogspot.com/ 2011/03/kepunahan-dan-evolusi.html. Diakses tanggal 31 Mei 2011.
Tady.2010.Keanekaragaman Makhluk Hidup dan Persebarannya. http://tady09.wordpress. com/2011/05/07/keanekaragaman-makhluk-hidup-dan-persebarannya-2/.Diakses tanggal 31 Mei 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar