Kehidupan
Multiseluler pada Tumbuhan, pada Hewan dan di Lautan
Makhluk hidup di dunia ini
sangat beragam. Berdasarkan susuna selnya makhluk hidup terbagi menjadi
organisme uniseluler misalnya bakteri, archaea, protozoa, dan organisme
multiseluler contohnya tumbuhan, hewan. Organisme
multiseluler, tubuhnya dibangun oleh banyak sel yang diperoleh dari pembelahan
mitosis berulang-ulang sebuah sel tunggal (monoseluler) yang disebut zigot. Organisme multiseluler memerlukan mekanisme
untuk komunikasi antar sel agar dapat memberi
respon dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan eksterna dan
interna yang selalu berubah (Heryanto, 2010). Kehidupan dimulai sangat dini dalam
sejarah bumi, dan organisme pertama merupakan nenek moyang dari keanekaragaman
biologis yang kita lihat saat ini. Organisme makroskopis dan multiseluler
terutama tumbuhan dan hewan serta manusia berasal dari organisme mikroskopis
dan uniseluler (bersel tunggal). (Tady 2010).
Secara sederhana, lebih banyak variasi yang mungkin dibentuk
pada struktur kompleks dibandingkan pada struktur yang lebih sederhana. Dengan
demikian, asal mula eukariota akan memicu suatu ledakan keanekaragaman biologis
dan eukariota uniseluler jauh lebih beranekaragam dalam hal struktur jika
dibandingkan dengan protista yang lebih sederhana. Evolusi tubuh multiseluler
memberikan terobosan pada nilai ambang lainnya dalam organisasi struktur dan
menjadi persediaan untuk perubahan baru radiasi adaptif. Evolusi
multiselularitas jugalah yang menghasilkan tumbuhan, fungi, dan hewan. Pandangan
ini muncul karena hubungan antara organisme multiselular dan nenek moyang
uniselulernya adalah adanya ciri hidup berkoloni atau agregat longgar sel-sel
yang saling berkumpul (Mutiara, 2009).
Evolusi organisme berlanjut dari sebuah sel sederhana tanpa inti
sel yang jelas (prokaryota) menjadi organisme sel berinti jelas (eukaryota).
Menurut para ahli paleontologi (ahli fosil), berdasarkan catatan fosil,
eukaryota pertama berukuran lebih besar dan lebih kompleks daripada prokaryota.
Perkembangan organisme di era Palezoic (544 – 250 juta tahun yang lalu) menjadi
lebih jelas. Di lapisan bumi pada era ini banyak banyak ditemukan fosil
organisme multiseluler, sekitar 250 ribu jenis fosil telah diidentifikasi,
dideskripsi, dan diberi nama. Era Paleozoic ini terdiri dari beberapa periode
masa, dimana setiap periode masa memunculkan kelompok-kelompok organisme
tertentu yang khas atau bahkan beberapa kelompok organisme lainnya
menghilang/punah (Satya, 2011).
1.
Kehidupan
multiseluler pada Tumbuhan
Semua tumbuhan merupakan
eukariot multiseluler yang merupakan autotrof fotosintetik. Siklus hidup
seluruh tumbuhan menampilkan satu pergiliran generasi. Satu diantara generasi
itu adalah gametofit, yaitu suatu individu multiseluler dengan sel – sel
diploid. Gametofit menghasilkan gamet haploid yang menyatu membentuk zigot.
Zigot berkembang menjadi sporofit diploid. Pembelahan meiosis pada sporofit,
selanjutnya menghasilkan spora haploid, yang membelah secara mitosis
menghasilkan generasi gametofit berikutnya. Pergiliran generasi ini akan terus
berlangsung, versi tumbuhan haploid dan diploid bergiliran saling menghasilkan
satu sama lain (Campbell, 2003).
Proses pembentukan tanaman diketahui terdiri
dari 4 fase. Cikal bakal tanaman berasal dari Green Algae yang muncul 475 juta
tahun yang lalu dan hidup di lautan selama beberapa juta tahun. Fase setelah
munculnya Green Algae adalah penemuan tanaman lumut yang memiliki selubung
steril di sekeliling gamet. Selubung ini membentuk gametangium seperti yang
terlihat pada tanaman jenis Briophyta. Bentuk tanaman ini masih tidak jauh beda
dengan tanaman pertama yang muncul di muka bumi.
75 juta tahun sesudahnya atau 400 juta tahun
yang lalu adalah fase evolusi tanaman yang memunculkan tanaman dengan saluran
tempat lewatnya air dan mineral di dalam tubuh tanaman tersebut. Pada jaman ini
tanaman diketahui terseret hingga ke daratan sehingga harus mengadaptasi diri
untuk memperoleh air dan mineral supaya dapat bertahan hidup. Jenis tanaman
pada tahap evolusi ini adalah paku-pakuan.
Hingga pada 40 juta tahun selanjutnya,
tanaman kembali berevolusi membentuk tanaman berbiji yang berisi nutrisi dan
menjamin perlindungan embrio tanaman baru yang akan tumbuh. Tahap evolusi
terakhir adalah munculnya tanaman berbunga yang diperkirakan muncul 130 juta
tahun yang lalu. Struktur tanaman yang kompleks ini memiliki sel kelamin jantan
dan betina yang dapat menciptakan pembuahan yang berawal dari bertemunya serbuk
sari dan putik bunga hingga akhirnya terciptalah individu tanaman yang baru.
Fase-fase terbentuknya tanaman ini
menggambarkan klasifikasi tanaman di masa modern ini dimana tanaman
dikelompokkan menurut jenisnya, yaitu Briophyta, atau tanaman lumut, tanaman
paku-pakuan atau Pteridophyta, Gymnospermae atau tanaman berbiji tunggal dan
Angiospermae atau tanaman berbiji ganda (Haety, 2009).
2.
Kehidupan
multiseluler pada Hewan
Menurut teori evolusi, hewan-hewan yang ada pada saat ini
berasal dari satu nenek moyang yang sama. Dan sebagian besar ahli sistematika
yang ada pada saat ini setuju bahwa kingdom hewan merupakan monofiletik, yaitu
jika kita dapat melacak semua keturunan hewan kembali ke asal mulanya, hewan
akan menyatu pada nenek moyang bersama. Nenek moyang itu kemungkinan adalah
suatu protista berflagella pembentuk koloni yang hidup lebih dari 700 juta
tahun silam dalam masa Prakambium. Protista itu kemungkinan berkerabat dengan
koanoflagellata, suatu kelompok yang muncul sekitar semiliar tahun lalu.
Pada pohon filogenetik hewan, protista nenek moyang
berevolusi membentuk evolusi multiselularitas. Multiselularitas berevolusi
beberapa kali pada eukariota awal. Multiselularitas ini terbagi menjadi dua
cabang utama yang dibedakan dari jaringan penyusunnya yaitu tidak ada jaringan
sejati (Parazoa) dan jaringan sejati (Eumetazoa). Contoh dari Parazoa ada pada
filum Porifera. Sedangkan Eumetazoa adalah ciri mendasar hampir semua filum lainnya.
Kemudian Eumetazoa ini dibagi kembali menurut simetri tubuh, yaitu simetri
radial diploblastik, contohnya pada anggota filum Cnidaria (ubur-ubur,anemon)
dan filum Ctenophora (ubur-ubur sisir). Hewan simetri radial diploblastik ini
memiliki bagian atas (oral) dan bawah (aboral), tetapi tidak ada ujung kepala
dan ujung belakang dan kanan dan kiri, yang secara keseluruhan disebut Radiata.
Cabang utama lain evolusi eumetazoa mengarah ke hewan dengan
simetri bilateral (dua sisi) suatu hewan bilateral tidak memiliki sisi dorsal
(atas) dan sisi ventral (bawah) tetapi juga ujung anterior (kepala) dan ujung
posterior (ekor). Hewan dari cabang evolusi itu secara keseluruhan disebut
bilateria. Simetri suatu hewan pada umumnya sesuai
dengan gaya hidupnya, banyak diantara hewan radial adalah sesil atau
plankton. Hampir semua hewan yang bergerak secara aktif dari satu tempat ke
tempat lain adalah bilateral. Perbedaan dalam bangun tubuh membantu menentukan
pemisahan radiata bilateria pada semua hewan kecuali Porifera, embrio menjadi
berlapis-lapis melalui proses gastrulasi. Dengan berjalannya perkembangan itu,
lapisan konsentris yang disebut lapisan nutfah (germlayer), membentuk berbagai
jaringan dan organ semua Eumetazoa kecuali Cnidaria dan Ctenofora (Radiata)
memiliki lapisan nutfah ketiga yaitu mesoderm, diantara ektoderm dan endoderm,
sehingga disebut hewan triploblastik. Sedangkan Cnidaria dan Ctenofora
merupakan hewan diploblastik. Bilateria dibagi atas dua cabang utama
berdasarkan ada dan tidaknya rongga tubuh yaitu Aselomata (tidak ada rongga
tubuh), kelompok ini ada pada filum Platyhelmithes. Dan cabang selanjutnya
adalah hewan yang memiliki rongga tubuh (body cavity). Evolusi dari rongga
tubuh ini menghasilkan hewan yang lebih kompleks diantara hewan dengan rongga,
terdapat perbedaan bagaimana cara rongga berkembang sehingga tubuh dibagi
menjadi dua cabang utama yaitu Pseudoselomata (rongga tubuh terbungkus
mesoderm) dan Selomata (rongga tubuh terbungkus oleh mesoderm). Contohnya dari
hewan dengan bangun tubuh Pseudoselomata adalah rotifer (filum Rotifera) dan
cacing gilig (filum Nematoda). Hewan yang memiliki bangun tubuh Selomata adalah
hewan dengan selom (coelom) sejati, dimana rongga tubuhnya penuh dengan cairan
yang sepenuhnya dilapisi dengan jaringan yang diturunkan dari mesoderm.
Filum Selomata dibagi menjadi dua garis evolusi yang berbeda.
Moluska, Annelida, Arthopoda dan filum lain disebut protostoma. Sedangkan
Echinodermata, Chordata dan filum lain disebut deuterostoma. Perbedaan antara
keduanya sangat terlihat dalam perkembangannya yaitu yang pertama adalah
pembelahan (cleavage), protostoma mengalami pembelahan spiral
determinal, deuretostoma memiliki pembelahan radial indeterminat. Dan yang
kedua perbedaan lainnya adalah pada pembentukan selom. Pembentukan selom yang
dimulai pada tahapan gastrula. Pada perkembangan skizoselus protostoma, selom
terbentuk dari kantong mesodermal yang terbentuk kearah luar pada arkenteron.
Suatu perbedaan mendasar ketiga antara protostoma dan deuterostoma adalah dalam
nasib blastoplori. Dan blastopori membentuk mulut pada deuterostoma.
Dan yang membedakan Annelida dengan Moluska dan Arthopoda adalah Annelida memiliki segmen. Annelida dibagi lagi menjadi lima kelas yaitu Chaetopoda, Archiannelida, Hirudinea, Ghephyrea, dan Myzostomaria. Chaetopoda memiliki karakteristik utama yaitu ruas – ruas tubuh yang kelihatan nyata, dengan sekat antar segmen (setae), parapodia, dan rongga tubuh. Archiannelida yaitu cacing kecil tanpa parapodia. Hirudinea, atau lebih dikenal lintah, tubuhnya pipih dan rata dengan selom dan segmentasi yang tereduksi, tidak memiliki setae dan penyedot terdapat pada ujung anterior dan posterior serta merupakan parasit, predator dan pemakan bangkai.Ghephyrea cacing annelida tanpa ruas dan parapodia, memiliki rongga tibuh yang besar. Myzostomaria yaitu cacing parasit pada echinodermata.
Dan yang membedakan Annelida dengan Moluska dan Arthopoda adalah Annelida memiliki segmen. Annelida dibagi lagi menjadi lima kelas yaitu Chaetopoda, Archiannelida, Hirudinea, Ghephyrea, dan Myzostomaria. Chaetopoda memiliki karakteristik utama yaitu ruas – ruas tubuh yang kelihatan nyata, dengan sekat antar segmen (setae), parapodia, dan rongga tubuh. Archiannelida yaitu cacing kecil tanpa parapodia. Hirudinea, atau lebih dikenal lintah, tubuhnya pipih dan rata dengan selom dan segmentasi yang tereduksi, tidak memiliki setae dan penyedot terdapat pada ujung anterior dan posterior serta merupakan parasit, predator dan pemakan bangkai.Ghephyrea cacing annelida tanpa ruas dan parapodia, memiliki rongga tibuh yang besar. Myzostomaria yaitu cacing parasit pada echinodermata.
Kelas
Chaetopoda yang terbagi menjadi dua ordo yaitu olygochaeta dan Polychaeata
dengan karakteristik utama yaitu Oligochaeta yang lebih dikenal adalah cacing
tanah. Kepalanya tereduksi, tidak ada parapodia, namun memiliki setae. Ordo
Polychaeta, kepalanya dapat berkembang biak, dan setiap segmen biasanya
memiliki parapodia dan setae, dan ada yang tinggal dalam tabung dan hidup bebas (Mutiara, 2009).
3.
Kehidupan
multiseluler di Lautan
Kehidupan
mungkin bermula dari dasar laut. Salah satu buktinya dapat dipelajari dari
fosil mikroba berumur 1,43 miliar tahun. Fosil mikroba itu disebut penghisap asap
hitam karena ditemukan para peneliti pada sebuah tambang di China. Organisme
renik tersebut memiliki karakter tubuh yang identik dengan archaea dan bakteri
yang saat ini masih hidup di dasar laut. Hanya saja hewan purba tersebut telah
muncul semiliar tahun lebih tua (Bagoes, 2009).
Proses
penginderaan oksigen memungkinkan hewan bertahan hidup dengan lebih baik pada
tingkat oksigen yang rendah, atau 'hipoksia'. Para peneliti yang didanai oleh
Bioteknologi dan Biological Sciences Research Council (BBSRC) di Universitas
Oxford telah menemukan suatu petunjuk yang dapat membantu menjelaskan mengapa
bukti awal kehidupan hewan multisel yang kompleks muncul sekitar 550 juta tahun
yang lalu, ketika tingkat oksigen atmosfer di planet ini meningkat tajam dari
3% ke tingkat modern mereka sebesar 21%. Organisme yang
menjadi multiseluler
berarti oksigen harus mencapai hingga ke dalam sel, bukan pada permukaan
organisme. Hal inilah yang mendorong leluhur Trichoplax adhaerens mengembangkan
suatu sistem untuk merasakan kurangnya oksigen dalam selnya dan kemudian
melakukan sesuatu akan hal itu. Trichoplax adhaerens adalah organisme kecil
laut yang memiliki sedikit organ dan hanya memiliki lima jenis sel, memberikan
penampilan sebagai amuba. Dengan menganalisis bagaimana Trichoplax bereaksi
terhadap kekurangan oksigen, peneliti Oxford, Dr. Christoph Loenarz, menemukan
bahwa organisme ini menggunakan mekanisme yang sama seperti manusia – pada
faktanya, ketika enzim utama Trichoplax dimasukkan ke dalam sebuah sel manusia,
ia bekerja sama seperti halnya dengan yang biasa dilakukan enzim manusia.
Mereka juga melihat genom beberapa spesies lain dan menemukan bahwa mekanisme
ini hadir pula pada hewan multi-selular, namun tidak dalam organisme bersel
tunggal yang menjadi prekursor hewan, menunjukkan bahwa mekanisme ini
berevolusi pada saat yang sama sebagai hewan multiseluler awal (Gun, 2010).
Daftar
Pustaka
Bagoes, 2009.
Bukti Awal Kehidupan dari dasar Laut. http://denbagoes2008.wordpress.com
/2009/03/08/bukti-awal-kehidupan-dari-dasar-laut/.
Diakses tanggal 1 Mei 2011.
Campbell,dkk.2003.Biologi Jilid II. Penerbit Erlangga
Jakarta.
Gun, HS. 2010. 550 juta tahun yang lalu Kenaikan oksigen
mendorong Evolusi Kehidupan Hewan.faktailmiah.com/2010/12/18/550-juta-tahun-yang-lalu-kenaikan-oksigen-mendorong-evolusi-kehidupan-hewan.html.
diakses tanggal 1 Juni 2011.
Haety, 2009. Sejarah Tanaman. http://mm27haeti.blogspot.com/2009/01/sejarah-tanaman.html.
Diakses tanggal 31 Mei 2011.
Heryanto, Deny.
2010. Mekanisme Kerja Hormon. http://www.kuningan.co.cc/.
Diakses tanggal 1 Juni 2011.
Mutiara, 2009. Evolusi. http://za0l.multiply.com/journal/item/113/EVOLUSI.
Diakses tanggal 31 Mei 2011.
Satya,
Faizal.2011. Kepunahan dan Evolusi. http://trainnerone.blogspot.com/
2011/03/kepunahan-dan-evolusi.html. Diakses tanggal 31
Mei 2011.
Tady.2010.Keanekaragaman Makhluk Hidup dan
Persebarannya. http://tady09.wordpress.
com/2011/05/07/keanekaragaman-makhluk-hidup-dan-persebarannya-2/.Diakses
tanggal 31 Mei 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar